Wednesday, August 27, 2008

Bos, Sudah Fagi, Nih !

HARl Ibu baru saja lewat. Seharusnya kita hormat-hormatlah pada wanita. Lelucon dalam bahasa Inggris ini memang agak kelewatan mencandai wanita : Apakah bedanya antara seorang nice secretary dengan seorang good secretary? Seorang good secretary akan menyampaikan salam, "Good morning, Boss!" Sedangkan seorang nice secretary akan berkata, "Boss, it's morning!" Mungkin sambil tergopoh-gopoh bangun. Ha-ha! Sudah tahu letak lucunya, bukan? Jelasnya: bos tidur di sebelah sekretaris dan ke¬siangan bangun.
Tetapi affair antara bos dan sekretaris temyata sudah soal kuno. Karena sekarang wanita-wanita cantik yang berada di kantor-kantor bukan lagi sekadar sekretaris atau juru ketik. Sudah makin banyak eksekutif wanita dalam dunia bisnis sekarang. Cantik, mempunyai gaji yang cukup untuk membeli pakaian semarak dan mendukung kehidupan yang comfortable, - cerdas, serta lancar bergaul. Kelompok ini memang telah menciptakan panggung cinta tingkat tinggi dalam bisnis masa kini.
Situasi ini didukung pula oleh kenyataan banyaknya eksekutif pria di atas 40 tahun yang sudah sip kedudukan dan gajinya, tetapi telah kehi¬langan kemesraan dengan istrinya yang dinikahinya dulu ketika dia masih "belum apa-apa". Ketika dia masih seorang salesman dan istrinya masih bisa menanggapi pembicaraan ten tang kegagalannya menjual mesin es krim kepada toko di sudut jalan itu.
Tetapi sekarang ia vice president dan istrinya jadi tidak mengerti mengapa suaminya bicara tentang bisnis jutaan dolar, tetapi masih mengomel kalau istrinya minta tambahan 20 dolar. Dulu ia memang menjadi ragu ketika pada pemikahannya penghulu bertanya, "Peter, apakah kau berjanji akan mencintai istrimu lebih daripada koran pagi?" Sekarang bukan lagi koran pagi yang menggodanya untuk turun dari ranjang meninggalkan istrinya. Tetapi seorang penasihat hukum perusahaannya yang cantik dan selalu menunggu untuk bersama-sama makan pagi di hotel berbintang lima.
Apa sebenamya yang menjadi pelatuk bagi kejadian-kejadian seperti ini? Mall is forced to be alone by the very nature of society, tulis Susan Polis Schutz yang banyak menulis untuk kartu-kartu ucapan. Semakin tinggi keduduk¬an seseorang, akan semakin sendirian dan kesepian dia. Kamamya semakin besar, dan di situ dia akan semakin terpuruk dalam kesepian yang menggigit.
Beberapa tahun yang lalu ada sebuah buku yang cukup laris di Amerika, berjudul Lonely in America, karangan Suzanne Gordon. Mana bisa orang menderita kesepian di Amerika yang selalu berdegup dan berdenyut kencang itu? Jawabnya mungkin bisa kita temukan di Time Square, karena di situ adalah terminal orang-orang kesepian yang mencoba me¬nemukan makna eksistensinya.
Beberapa hari yang lalu kita pun sempat membaca tentang seorang pria Inggris yang selama dua tahun berhasil mengelabui istrinya bahwa sebe¬namya ia telah dipecat karena korupsi. Tiap pagi ia bangun dan pergi ke stasiun. Tetapi, dua jam kemudian, setelah istrinya pun pergi ke kantor, ia menyelinap pulang ke rumah untuk menyensur surat-surat yang datang. Lalu ia menyembunyikan surat-surat tagihan yang diakibatkan oleh ko¬rupsinya. Kemudian ia kembali ke stasiun menunggu sore, sebelum me¬langkah pulang ke rumah.
Suzanne Gordon dalam bukunya itu menulis bahwa kaum pria tidak mempunyai banyak pilihan untuk menumpahkan kesulitan yang sedang dihadapinya. Bahwa pria diam tidaklah berarti bahwa ia tidak merasakan sakitnya impitan kesulitan itu. Dan itu membuatnya merasa kesepian. Seorang istri mengeluh karena suaminya tidak lagi bisa berkomunikasi dengannya. Tetapi suaminya membantah, "Lho, kemarin sore 'kan saya berbicara tentang sofa yang baru kau beli. Dan bahwa aku tak suka wamanya serta harganya yang agak kemahalan." Si istri tampaknya mem¬punyai suami, tetapi sebetulnya ia tidak punya siapa-siapa.
Dalam dunia yang penuh persaingan, seorang pria eksekutif harus berada di atas segalanya: pekerjaannya, kariemya, dan perasaannya. Bila ia mempunyai masalah di atas sana, sering kali ia tidak menemukan siapa pun yang dapat mendengarkan pengakuannya. Sebab, mengakui kele¬mahan berarti berisiko kehilangan karier yang selama ini dibina.
Dan dalam kesepian itulah seseorang mudah terpana akan kehadiran seorang wanita yang mampu mengerti kesulitan-kesulitan seorang ekse¬kutif puncak. Tetapi wanita itu tidak lebih dari a pillow to cry on
Seorang eksekutif puncak harus mampu mengatasi kesendiriannya dengan kebersamaan dalam tim manajemennya. Karena pseudotogetherness -
Kebersamaan yang palsu – adalah kesepian yang mencekam.

( Sumber : BONDAN WINARNO dalam bukunya ” Seratus Kiat Jurus Bisnis ” )

No comments: