Wednesday, August 27, 2008

Duren Petruk

Bu Jeksa yang satu ini bukanlah istri Pak Jaksa. la dipanggil . demikian karena tak bisa berjalan tegak, mlaku jejeg ora bisa. Rematik membuatnya lebih sering berjalan bungkuk.
Wanita setengah baya ini terkenal di kalangan tertentu. Ia berjualan durian di rumahnya, tepat di jalan masuk Kota Jepara. Ternan yang mengajak saya ke sana berkata, "Durian Bu Jeksa tak ada yang salah, deh. Top semua."
Lalu, "Ada duren petruk, Bu?" tanya ternan saya. Duren petruk adalah durian kelas wahid di daerah Jepara situ. Jenis durian unggul lainnya dikenal dengan nama duren japara mungkin jenis khusus yang dikembangkan oleh Pak Jafar.
Bu Jeksa tak menjawab pertanyaan itu. Tertatih-tatih disengat rematik, ia menggelindingkan puluhan durian ke emper rumahnya. Bagian dalam rumah, rupanya, telah menjadi gudang durian. Ia langsung saja membelah sebuah. Luar biasa enaknya. Dalam sekejap kami telah menghabiskannya. Durian kedua pun dibuka. Wah, lebih enak lagi. Durian ketiga lebih menyengat - kuning, kering, dan agak pahit karena kandungan alkoholnya. Bijinya kecil dan dan kempis. Durian ini pun kami sergap dengan lahap.
Kekenyangan makan durian, saya bertanya. "Lalu, yang mana petruk dan yang mana japar?" Bu Jeksa menjawab, "Hayaaah, tak ada petruk tak ada japar. Pokoknya, ini durian enak. Kalau saya bilang ini petruk atau itu japar, saya bisa saja berbohong. Tetapi, kalau saya bilang ini durian enak, saya kan tak berbohong?"
Bu Jeksa pasti tak pemah membaca Shakespeare. Tetapi, bukankah ucapannya itu tadi begitu mirip dengan kalimat Shakes¬peare, What's in a name? That which we call a rose, by any other name would smell as sweet? Memang, kebijaksanaan acap kita temukan secara mengejutkan, mencuat begitu saja dari suatu kesederhanaan. Dan membuat kita terkesima.
Bukankah kita sendiri - yang sudah belajar berbagai teori modern - sering lebih mementingkan nama daripada spesifikasi? Mengapa kita risau bila mobil kit a bukan Mercedes Benz? Tapi kita tidak risau, bila ternyata mobil bagus dan mewah itu tidak cukup lapang untuk memuat seorang istri dan empat anak kita? Kita risau bila dasi kita bukan Etienne Aigner, sekalipun kita sebenarnya sadar bahwa dasi yang termahal pun tak dapat menyembunyikan leher kita yang pendek dan dagu yang tak terbentuk.
Kebiasaan seperti itu sering pula menghinggapi mereka yang bekerja di bagian pembelian, maupun para pemimpin bisnis, khususnya, dalam memutuskan pembelian barang yang akan dipakai dalam aktivitas usahanya. Panitia pembelian sering lupa merumus¬kan terlebih dahulu, spesifikasi barang yang akan dibelinya, karena sudah lebih terpengaruh akan merk tertentu yang sudah beken. Kunjungan wiraniaga yang pintar "jual koyok", atau menawarkan berbagai hadiah, sering membuat pejabat pembelian "lupa" akan spesifikasi barang yang akan dibelinya.
Bahkan ada indikasi bahwa sebagian dokter mulai sedikit abai terhadap spesifikasi obat untuk pasiennya. Mereka sudah terpukau akan obat merk tertentu, yang paling ampuh untuk mengobati penyakit tertentu. Apalagi kalau dokter bersangkutan sudah menerima kartu kredit atau sponsor ship untuk menghadiri satu konferensi medis di luar negeri - tingkat keampuhan obat merk sponsor itu bisa lebih tinggi.
Merk, terutama bila ia sudah menjadi generik. memang mempu¬nyai sisi yang menguntungkan bagi pemiliknya. Tetapi, tidak untuk konsumen. Pembeli yang bijak sebenarnya justru pembeli yang tidak peduli pada merk, tapi mementingkan spesifikasi. Keterikatan pada satu merk akan membuat merk lain diperlakukan secara tidak adil.
Coba pakai spesifikasi ini: kendaraan bermotor roda empat, 2.000 cc, memakai pengatur hawa dingin, pemakaian bensin 1:10, rem cakram, persneling otomatik. harga Rp 40-50 juta. Jelas, tak hanva satu merk mobil yang akan masuk kriteria itu. Merk apa pun yang kemudian terpilih, ia tentu memenuhi syarat teknis unn:•• kebutuhan yang tepat.
Tidak selamanya nama besar membawa tuah, memang. Seorang kawan yang mengageni sebuah nama besar dunia pemah mengeluh, "Mungkin saya harus menunggu nasib baik pada kabinet yang akan datang. Di kabinet yang sekarang, nama besar kami justru mengakibatkan sikap bias." la telah diperlakukan tidak adil karena merk. Padahal, sebenarya, ia tak usah mengalami nasib sesial itu seandainya spesifikasi produk merupakan pedoman pembelian.
Philip Kotler menulis bahwa a product is something that is bought to satisfy a need. Yang kita beli sebenaryakan bukan bor, tetapi sesuatu yang bisa melubangi sesuatu. Dan karena itu setiap kali kita akan membeli produk, kita harus terlebih dahulu merumuskan kriteria kebutuhan yang akan kita puaskan itu.
Setidaknya kalau Anda kebetulan ke Jepara pada musim durian, maka Anda tidak perlu mencari duren petruk atau duren japar, tapi carilah rumah Bu Jeksa. Di sana bisa ditemukan durian unggul yang tanpa nama - tapi dijamin enak oleh Bu Jeksa.

( Sumber : BONDAN WINARNO dalam bukunya ” Seratus Kiat Jurus Bisnis ” )

No comments: