Wednesday, August 27, 2008

Melayani Pengemis

KALAU Anda membuka mata hati ketika melihat film seri Oshin di televisi, Anda akan melihat unsur-unsur keluhuran budi yang hidup pada masyarakat Jepang. Kita pun beruntung lahir sebagai bangsa yang mempunyai dan menempatkan penghargaan atas keluhuran budi.
lni adalah sebuah cerita yang terjadi ketika Jepang masih jauh dari kemakmuran. Seorang pengemis memasuki sebuah taka roti yang punya pelanggan orang-orang terpandang. la tidak datang untuk mengemis. la menyerahkan beberapa keping uang untuk membeli sepotong manju, semacam bakpau yang berisi kacang hijau.
Pelayan toko itu terkejut. Bergegas dibungkusnya pesanan manju itu agar pengemis segera pergi dari toko. Pemilik took sambil berkata, "Biarlah saya sendiri yang melayaninya".
Diserahkannya bungkusan manju itu kepada pengemis sambil membungkukkan tubuhnya untuk mengucapkan terima kasih. ketika pegemis sudah pergi, pelayan bertanya kepada pemilik toko itu. "Mengapa Anda lakukan hal itu? Anda malah tak pemah lelakukannya kepada pelanggan taka lain."
"Karena ia adalah pembeli istimewa. Orang-orang kaya pelanggan kita menganggap membeli roti dan kue di toko kita sebagai hal yang rutin. T etapi pengemis itu tentu sangat menginginkan kue dari toko kita dan mungkin telah berhari-hari mengumpulkan uang untuk dapat membeli sepotong saja. Saya tahu, membeli manju dari toko kita adalah hal yang sangat berarti baginya. Karena itu, saya putuskan saya sendirilah yang melayaninya."
Sebuah cerita yang sederhana, tetapi juga begitu indah. Setidaknya cerita itu menyampaikan pesan bahwa seorang konsumen harus dilayani secara adil tanpa memperhatikan prestise pribadi orang itu, atau jumlah pembelian yang dilakukannya .
Kualitas itu memang terasa mulai luntur dalam duma bisnis modem. Di Amerika, saya harus menunggu seorang petugas bagian tiket menyelesaikan pembicaraan telepon yang panjang dengan pacamya sebelum saya memperoleh tiket. Di Eropa saya harus berjalan di bawah hujan karena petugas hotel tidak merasa bertanggung jawab untuk membantu saya men.dapatkan taksl.
Tetapi tidak demikian halnya di Jepang. Ketika saya membeli sebuah obeng kecil yang tidak seberapa harganya , pelayan toko itu menggunting karton tebaI dan membungkus obeng itu dengan rapi agar tidak melukai saya atau melubangi saku saya ketika mengan¬tunginya.
Layanan istimewa agaknya sekarang makin menjadi ekslusif sifatnya. Lady Helmsley menjawab secara pribadi baik surat pujian maupun keluhan tamu hotelnya. Itu karena hotelnya di New York memang berbintang lima. Di restoran Maxim di Paris pun Anda akan dilayani seperti raja. Tetapi, untuk itu, selain membayar mahal Anda pun diharapkan meninggalkan tip di atas US$ 20. Seolah-olah konsumen produk masal tidak lagi berhak atas layanan.
Tidak heran, bila banyak perusahaan yang kini memberi tekanan khusus kepada masalah pelayanan ini. MacDonald, misalnya, tidak saja memakai detektor metal untuk memastikan bahwa tak ada benda berbahaya di dalam daging dan roti hamburgemya, atau memastikan ken tang gorengnya mempunyai kualitas yang sarna di seluruh dunia. MacDonald juga memastikan agar di semua outlet-nya terjadi mutu layanan yang sarna. Seorang dilayani rata-rata dalam 55 detik, kecuali ia datang dengan pesanan dalam jumlah besar. Bila tampak antrean yang cukup panjang, manajer outlet dengan segera akan ikut turun tangan melayani pelanggan.
Semua itu tetap dilakukan dengan keramahtamahan yang terjaga. Di Singapura ataupun Honolulu, di kedai Mac Donald, misal hampir pasti Anda akan disapa dengan kalimat ini: "Hi! How can I help you?" Dan anda pun akan segera memperoleh layanan yang menyenangkan,se kalipun uang Anda hanya pas-pasan untuk membeli sekantung kentang goreng, dan segelas kecil Coca-Cola.
Ada seorang ternan yang berpendapat bahwa orang Indonesia sulit menjadi pramugari yang baik. Soalnya, kebanyakan yang menjadi pramugari adalah anak-anak dari keluarga yang kecukupan. Di rumahnya, ia cukup berteriak untuk memperoleh minuman dari pembantunya. Ia hanya melemparkan sepatunya ke beIakang untuk kemudian kembali lagi dalam keadaan tersemir mengkilat. Dengan suasana seperti itu, dapatkah ia diharapkan memberi layanan dengan sepenuh hati kepada penumpang pesawat? Bila ia putri seorang kolonel, belum tentu ia akan sepenuh hati.
Tetapi, semboyan tentang pelayanan yang terbaik. temyata justru ridak datang dari organisasi bisnis. Rotary Club, sebuah organisasi sosial, memakai semboyan: Service Above Self. Memang, demikianIah adanya. Seorang tak akan mampu memberikan layanan kepada orang lain sebelum ia dapat mengalahkan dirinya sendiri.

( Sumber : BONDAN WINARNO dalam bukunya “ Seratus Kiat Jurus Bisnis “ )

No comments: