Wednesday, August 27, 2008

Kerja itu Siksa?

ADAsebuah tulisan lucu pada kaus kutung: I am allergic to work. Kerja, nyatanya, memang membuat banyak orang alergi. Jalam bahasa Prancis, kerja adalah travail yang diderivasikan dari bahasa Latin trepalium. Trepalium itu sendiri temyata adalah alat yang terdiri atas tiga lapis dan dipakai untuk menyiksa seseorang. Jadi, kerja itu adalah siksaan tersendiri.
Para workaholics pun, yang obsesinya adalah kerja-kerja-kerja, engakui bahwa bekerja bukanlah sesuatu yang ringan dan sepele. Beratnya kerja bukan saja karena seseorang harus mengeluarkan tenaga untuk melakukannya. Orang-orang yang bekerja dengan otaknya bahkan sering berkata bahwa kerja otak lebih berat. Berpikir dalah kerja keras. Membuat keputusan adalah kerja keras. Bahkan berpikir tentang kerja itu sendiri pun sudah berat.
Berpikir atau kerja otak diperlukan untuk memecahkan sebuah dilema. Karena itulah pekerjaan ini berat. Kalau tak ada dilema, kita tentu tak memerlukan kerja otak ini. Adakah yang tak dapat :ikatakan sebagai dilema dalam iklim bisnis? Hampir tak ada, bukan? menentukan tempat makan siang saja sering kali harus diputuskan ; setelah tujuh keliling.
Ambillah organisasi sebagai sebuah contoh. Sebuah organisasi, menurut teori, harus memenuhi empat kriteria: sederhana, lengkap¬ terpadu, pragmatis, dan mempunyai komunikabilitas. Sebuah organigasi disebut sederhana bila tak terjadi tumpang tindih ¬apalagI redundancy - dalam sistemnya. Sebuah organisasi dikatakan lengkap clan terpadu bila semua pekerjaan yang harus diselenggara¬kan dapat diselesaikan.
Tetapi, semakin lengkap organisasi itu, semakin kompleks juga jadinya. Derajat kelengkapan, karenanya, berbanding laros dengan derajat kompleksitasnya. bila ingin organisasi yang sederhana, kita menghadapi kemungkinan konflik yang lebih kecil, dan besar pula kemungkinan akan banyaknya pekerjaan yang tak terselesaikan.
Nah, sebuah dilema di depan mata. Kriterianya benar, tetapi di dalamnya temyata ada "jebakan". Dilema lain yang sering ditemu¬kan dalam organisasi adalah tentang delegasi. Bagaimana, sih melakukan delegasi itu? Apakah sebaiknya delegasi dilakukan menur, m uti jenis produk, atau mengikuti fungsi? Ini adalah pertanyaan yang sudah bertahun-tahun dihadapi para manajer.,
Dalam buku Zen and Creative Management, Albert Low menulis: memang sulit membuat struktur organisasi yang memungkinkan semua karyawan, khususnya para spesialis, dapat melakukan pekerjaan dengan efisiensi dan produktivitas maksimum. T anda tanya terbesar, menurut Low, adalah bagaimana membuat orang¬orang itu cocok dalam "kotak"-nya.
Lalu, apakah para spesialis yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu harus dikelompokkan di bawah satu bos yang tertentu pula? Tanpa meninjau jenis atau kekhususan produk yang ditanganinya? Atau, sebaliknya? Apakah para spesialis dengan fungsi berlainan dikelom¬pokkan menjadi satu dalam produk spesifik yang ditanganinya?
Mereka yang menganut organization by function tentu akan bersikeras mempertahankan pengelompokan karyawan berdasarkan fungsinya. Penganut paham ini berargumentasi bahwa organization by function akan memberi kemungkinan yang lebih besar untuk produksi massa dan mudah diatur dalam rangka efisiensi. Sistem ini juga memberi kemungkinan penyerapan yang lebih cepat dari teknologi baru karena pengelompokan spesialisasi dan divisi kerja dapat dilakukan dengan mudah.
Sebaliknya, penganut organization by product berpendapat bahwa sistem inilah yang dapat memberikan koordinasi maksimum. Dengan sistem ini para karyawan dalam kelompok itu lebih dapat memusatkan perhatian pada suatu produk tertentu secara holistik.
Temyata, dilema tentang pengorganisasian atas dasar fungsi dan produk itu juga membawa dilema yang lebih mendasar. Yaitu bahwa spesialisasi berbeda dengan integrasi. Spesialisasi justru. cenderung harus dilakukan dengan terlebih dulu melakukan diferensiasi ¬pemilah-milahan berdasarkan spesialisasi.
Sedangkan integrasi, sebaliknya, melakukan penyederhanaan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Diferensiasi pada dasarnya mengakibatkan konflik. Sedangkan integrasi melahirkan teamwork. Sayangnya, teamwork sering kali membuahkan hasil yang kurang disukai, yaitu: complacency - rasa puas karena menyangka pekerjaan
telah diselesaikan dengan baik.
Demikianlah, telah terbukti begitu banyak dilema yang dihadapi dalam konteks bisnis. Pilihan atas suatu dilema bukan merupakan akhir, karena ia membuka dilema-dilema baru yang harus dipecah¬kan. Dan karena itu kita dituntut untuk terus berpikir. Dan karena berpikir adalah kerja berat yang melelahkan, siapkan diri baik-baik untuk menghadapinya.
uiet life is just not for businessmen.

( Sumber : BONDAN WINARNO dalam bukunya “ Seratus Kiat Jurus Bisnis “

No comments: