Wednesday, August 27, 2008

Meja Bersih

never give anything you don’t use yourself such as advise

PADA titik ini memang terjadi pertentangan batin. Saya suka melihat meja kerja yang bersih. Dan saya menganjurkan orang punya meja kerja yang bersih. Meja saya sendiri? Luar biasa. Berantakan. Semuanya tertumpuk menjadi satu. Pernah ada kawan memberi hadiah poster: this place is Hot always this messy, sometimes messier. Cuma, saya tak tega mencandai diri sendiri. Saya sudah mencari banyak alasan untuk keberantakan itu, tetapi belum ada yang cukup berbobot. Untung, tak ada tikus sehingga belum perIu dilakukan penggeropyokan di sini.

Meja bersih sedikitnya memberi tiga kemungkinan: pertama, semua pekerjaan beres tak tertunda; kedua, yang bersangkutan memang volume pekerjaannya rendah; ketiga, karena semua yang tampak berantakan di meja disembunyikan di laci atau di lemari. Jadi, kalau melihat meja kerja yang bersih, Anda boleh curiga bahwa laci dan lemarinya penuh hal-hal yang tak terselesaikan.

Di Brasil ada sebuah kantor yang mengharuskan meja kerja bersih dan setiap meja tidak boleh berlaci. lni dilaporkan oleh koran Asian Wall Street Journal minggu lalu. Amador Aguilar, 81, pendiri Bradesco (Banco Brasilei­TO de Descontos), bahkan tidak membolehkan adanya meja pribadi untuk para eksekutifnya. Mereka bekerja bersama-sama pada sebuah meja besar yang seperti meja rapat. Tak ada kantor pribadi. Tak ada sekretaris pribadi. Telepon pun dipakai bersama-sama. Semua mendengar semua transaksi dan persoalan yang terjadi. Mereka juga makan siang bersama­sarna di ruang makan. Kerja sarna adalah kunci keberhasilan Bradesco.

Bukan hanya di tingkat eksekutif "kekejaman" itu terjadi. Semua pegawai juga wajib menandatangani sumpah bahwa mereka harus menda­hulukan kepentingan Bradesco di atas kepentingan pribadi. Semua karya­wan harus mulai dari tingkat office boy. lni mungkin gaya yang ditirn Bob Sadino di Kemchicks, semua pegawai baru harus mengepel lantai dan mengelap telur dulu. Sebelum 15 tahun bekerja di Bradeseo, tak seorang pun akan memperoleh jabatan eksekutif puncak. Hal ini memang mem­buat generasi baru profesional sulit bertahan. "Yang kami pentingkan di sini adalah tingkah laku dan moralitas yang superior," kata Aguilar. "Dan itu tak diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi. Lihat saja, penjara kini penuh oleh sarjana."

ltulah kiat Aguilar membesarkan usahanya. "lni lebih datipada sekadar bank. lni agama," kata seorang direktumya. Memang tak semua dari 137 ribu karyawan Bradeseo meyakini "agama" itu, tetapi toh mereka tinggal bersatu. Bagi mereka, tampaknya memang tak ada pilihan yang lebih baik. Bradeseo telah banyak "mencampuri" urusan kehidupan mereka. Bank ini mempunyai 29 sekolah untuk menampung keluarga karyawan dan anak­anak dari keluarga tak mampu. Tiga puluh tiga ribu murid sekolah itu sudah mendapat penataran ten tang prinsip Bradeseo, agar mereka tertarik bekerja di Bradeseo setelah tamat. Aguilar yakin, perusahaan harus mem­punyai tanggung jawab sosial terhadap karyawannya. Karena itu, Brades­co menyediakan sekolah, kolam renang, stadion, rumah sakit, dan ling­kungan yang menyenangkan di sekitar kantor pusatnya di pinggiran Sao Paulo.

Aguilar sendiri sebenarnya menjadi bankir karena "kecelakaan". Umur 13 tahun ia meninggalkan sekolah. Seperti anak lain, ia sekolah sambil membantu pekerjaan di ladang. Sekeluar dari sekolah ia menjadi tukang set huruf di percetakan. Baru setahun ia bekerja di situ, telunjuk kirinya patah terjepit. Kehilangan modal utama sebagai tukang set huruf, ia lalu berhenti dan bekerja pada sebuah bank kecil yang pada suatu saat ke­mudian dibelinya.

"Laci hanya tempat menyimpan pekerjaan yang baru akan diselesaikan besok," kata Aguilar. Memang tak ada pekerjaan tertunda di Bradeseo. Bank itu bahkan sudah dibuka pada pukul tujuh pagi. "Agar para petani dapat singgah dulu ke bank sebelum ke ladang," kata Aguilar.

Aguilar pulalah bankir pertama di Brasil yang memberikan pinjaman kepada petani kecil kopi dan petemak kecil. Suatu gagasan revolusioner karena sebelumnya hanya orang-orang kaya dan terpandang yang bisa menikmati fasilitas kredit. "Dia seorang visionary," kata seorang bawahan­nya. "Jarang ada bankir yang memikirkan rakyat kecil."

Bradeseo kini adalah bank swasta terbesar di Brasil.

(Sumber : BONDAN WINARNO dalam bukunya ” Seratus Kiat Jurus Bisnis ”

No comments: