Wednesday, August 27, 2008

Mengganti Ban Pecah

SEORANG bertanya kepada Confucius: bila orang telah sejahtera, apa lagi yang dapat diberikan kepadanya? "Buatlah agar dia menjadi kaya," kata Confucius. Dan kalau orang itu sudah kaya, apa lagi yang dapat diberikan kepadanya? "Didiklah dia," kata Confucius.

Menjadi orang kaya yang terdidik, itulah agaknya gambaran ide; dalam paham Confucius. Menjadi kaya, karenanya, adalah sah Konosuke Matsushita yang arif bahkan tak segan memakai semboyan peace and happiness through prosperity untuk majalahny Pikirnya, mustahil seorang merasa tenteram dan bahagia tanpa dukungan kecukupan harta secara layak.

Tetapi, orang kaya selalu ingin lebih kaya dan lebih kaya lagi. tidak akan berkesempatan lagi mendidik dirinya. Ketamakan telah mengungkung dirinya. Batas kebahagiaan pun menjadi kabur. Seorang teman duduk tercenung pada awal tahun ini. Ada awan kelabu menggantung di depan matanya. Beberapa staf inti perusahaannya secara serentak menuntut perbaikan gaji dan paket remunerasi. Tentu ada ancaman menyertai tuntutan itu: keluar. Dan keluarnya tenaga-tenaga senior itu besar kemungkinannya akan berarti lahirnya pesaing-pesaing baru dalam situasi bisnis yang tidak menentu ini.

That sinking feeling, kata orang Inggris, memang akan membt semua orang merasa gamang. "Tiba-tiba saya merasa sepi ditinggalkan sendiri," keluh ternan itu dalam helaan napas yang berat. Dan memang demikianlah seharusnya. Semakin tinggi seorang mendaki, semakin sendiri ia berada.lt's lonely at the top, keluhan yang sarna ini selalu terdengar di kalangan eksekutif puncak.

Keluamya staf kunci yang merupakan orang-orang terbaik memang rnahal dan akibatnya sangat rnengganggu. Apalagi bila jumlah yang pergi cukup banyak, hal itu bisa mengeringkan sumber day a rnanusia sebuah perusahaan yang sangat diperlukan dalam situasi persaingan yang semakin ketat.

Pada dasamya, turnover (keluamya pegawai dan digantikan dengan pegawai baru) justru diperlukan dalam sistern pernbinaan surnber daya manusia. Pada birokrasi saja dikenal sistem tour of duty untuk rnencegah agar seseorang tidak menjadi berkarat dan mati kreativi­tasnya di satu posisi. Turnnover yang tinggi tidak diinginkan. Tetapi, turnover yang rendah pun akan sarna buruknya. Jangan dulu berbangga bila di kantor kita tak ada seorang pun yang keluar dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Bisa-bisa kantor itu sudah rnerupakan deadwood, hutan yang dipenuhi kayu mati. Orang-orang sudah telanjur keenakan mendekam di sana dan tidak merasa tertantang untuk berbuat lebih baik lagi.

Bagairnanapun baiknya kita rnengelola sumber daya manusia, kita akan tetap kehilangan staf terbaik kita. Dan untuk itu kita tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Sudah diberi saharn, keluar juga. Sudah diberi kesempatan cuti ke luar negeri, diberi tunjangan pensiun, diberi jabatan yang baik, tetap saja seseorang bisa menemukan ladang rumput yang lebih hijau. Apalagi adanya kecendenmgan di kalangan manajer muda yang lebih mementing­kan besarya gaji yang dibawa pulang setiap bulan ketimbang berbagai rnacam tunjangan.

Banyak cara yang bisa dipakai untuk mencegah keluarya staf inti.

Dan cara-cara itu tidak bisa berlaku umum. Diperlukan keluwesan dan banyak perlakuan khusus. Tetapi, yang lebih penting sebenamya adalah persiapan kita sendiri untuk rnenggantikan staf yang pergi itu.

Bila staf inti pergi, masalah yang ditinggalkannya ada dua: mencari penggantinya, dan mendidiknya agar dapat melaksanakan pekerjaan secara kornpeten. Seorang staf yang akan keluar biasanya sudah dapat dideteksi sikap dan kebiasaannya jauh-jauh hari. Bila hal itu sudah dideteksi, maka perlu disiapkan sedemikian rupa agar orang lain dapat melakukan pekerjaannya. Misalnya: dengan melakukan cross training. Bila staf yang satu pergi cuti, tugasi seorang staf yang lain untuk mengisi kekosongannya. la harus diberi wewenang sepenuh­nya agar apa yang dilakukannya sebagai pejabat semen tara itu tidak

diubah lagi bila pejabat yang sebenainya· kembali dari cuti.

Seorang dari eselon di bawahnya pun dapat dicoba untuk memakai "sepatu" yang lebih besar itu selama atasannya cuti atau dinas luar dalam jangka waktu lama.

Kita memang tak dapat sarna sekali menghapus kemungkinan ban pecah di dalam perjalanan. Karena itu, haruslah dipastikan bahwa kita membawa ban cadangan dan mempunyai kemampuan untuk mengganti ban itu dalam waktu singkat. Sebab, perjalanan tak boleh berhenti.

( Sumber : BONDAN WINARNO dalam bukunya “ Seratus Kiat Jurus Bisnis “ )

No comments: